Banyak keluarga muslim terjebak dalam pola pikir ekstrem: "Yang penting cukup untuk hari ini, besok Allah yang urus"—tanpa upaya serius membangun aset investasi syariah. Padahal, Rasulullah SAW bersabda: "Ikatlah untamu lalu bertawakallah" (HR. Tirmidzi). Artinya, zuhud bukan berarti pasif secara finansial, tapi justru aktif mengelola harta dengan prinsip halal. Data OJK menunjukkan 67% masyarakat Indonesia hanya menabung di bank tanpa berinvestasi, bahkan 82% di antaranya mengaku takut rugi atau tidak paham instrumen syariah . Padahal, inflasi tahunan 2-4% menggerus nilai uang tunai—sementara deposito syariah atau reksa dana syariah bisa jadi tameng tanpa melanggar prinsip agama. Mengapa Banyak Orang "Tutup-Tutupan" Soal Keuangan Keluarga? Masalah utamanya ada pada mental block: 1. Rasa malu mengakui kondisi finansial yang buruk, bahkan kepada mentor. 2. Mitos "investasi = riba" yang membuat mereka alergi pada saham syariah atau sukuk padahal sudah ada fatwa DSN-MUI . 3. Kesalahpahaman tentang zuhud, dianggap sama dengan tidak perlu punya target finansial. Contoh nyata: Keluarga yang tiba-tiba dapat warisan Rp500 juta tapi habis dalam setahun untuk renovasi rumah dan kendaraan—tanpa dialokasikan ke emas atau properti syariah yang bisa menghasilkan passive income . Strategi Komunikasi Keuangan Keluarga ala Syariah 1. Mulai dengan transparansi: Jadwalkan diskusi bulanan tentang anggaran—pisahkan antara kebutuhan (dana pendidikan, kesehatan) dan keinginan (liburan, gadget baru) . 2. Kenalkan konsep "aset produktif": Jelaskan bedanya menabung (uang diam) vs investasi (uang bekerja), dengan contoh konkret seperti: - Saham syariah (BRIS, BANK Syariah Indonesia) yang dividennya bisa biayai haji . - Sukuk ritel untuk dana pendidikan anak yang bebas riba . 3. Gunakan analogi sederhana: "Menyimpan beras di lumbung itu zuhud, tapi membiarkan beras terendam banjir itu boros"—sama halnya dengan uang yang harus dilindungi dari inflasi. Action Plan: Dari Fixed Mindset ke Growth Mindset - Hitung "angka kebebasan finansial" secara realistis: Misal, butuh Rp5 miliar aset produktif (saham syariah + properti halal) untuk hidup dari passive income Rp20 juta/bulan . - Alokasikan 10-20% penghasilan ke instrumen syariah likuid (reksa dana syariah, emas digital) sebelum belanja kebutuhan sekunder . - Audit keuangan keluarga tiap 6 bulan: Cocokkan dengan daftar DES (Daftar Efek Syariah) terbaru dari OJK untuk pastikan portofolio tetap halal . "Kaya secara syariah bukan tentang seberapa banyak yang dimiliki, tapi seberapa bijak mengelola apa yang diamanahkan." #InvestasiSyariah #ManajemenKeuanganKeluarga #ZuhudTanpaBoros Mulai percakapan jujur tentang keuangan keluarga? Konsultasi dengan <a target="" rel="noopener noreferrer" href="https://app.uliveacademy.id/call-wecd">mentor Ulive Academy</a> untuk breakdown strategi syariah tanpa judgement.

Banyak keluarga muslim terjebak dalam pola pikir ekstrem: "Yang penting cukup untuk hari ini, besok Allah yang urus"—tanpa upaya serius membangun aset investasi syariah. Padahal ...

"Tabungan vs Aset: Zuhud Bukan Berarti Tidak Punya Perencanaan"  

Learn how to grow and scale your online course business using our online course platform. EzyCourse blog is designed to teach you how to create and sell online courses.

"Tabungan vs Aset: Zuhud Bukan Berarti Tidak Punya Perencanaan"

"Tabungan vs Aset: Zuhud Bukan Berarti Tidak Punya Perencanaan"

Related Posts

Kunci Kekayaan adalah Kesabaran dan Bersyukur

🧠 Sudahkah berpikir hari ini?

💰 Menabung Itu Proses, Sedekah Itu Tujuan

📈 Pasar Modal: Jual Beli Surat Kepemilikan, Bukan Sekadar Angka Digital

Siap Dibantu atau Hanya Minta Dibantu?