💡 Berkenalan Dengan Rezeki: Yakin Sudah Punya Cara Benar

💡 Berkenalan Dengan Rezeki: Yakin Sudah Punya Cara Benar

💡 Berkenalan Dengan Rezeki: Yakin Sudah Punya Cara Benar

  • Team Ulive

  • 31 Jul 2025

  • 5 minute read

📍 Rezeki itu bisa jadi ujian, bisa jadi berkah. Tapi gimana cara kenalannya?


Dalam kehidupan sehari-hari, terutama sebagai seorang Muslim, kata “rezeki” sangat sering kita dengar.

“Alhamdulillah, ini rezeki anak.”
“Nggak disangka, dapet orderan. Rezeki nomplok!”
“Beli kue 50, dikasih 60. Alhamdulillah, rezeki.”

Tapi...
Apakah betul semua itu rezeki yang halal? Apakah betul setiap “kelebihan” adalah berkah? Atau sebenarnya kita belum benar-benar kenal dengan rezeki?


📌 Titik Kritis: Salah Paham yang Membuat Rezeki Tidak Berkah

Mari kita mulai dari kasus sederhana yang sering terjadi:

➕ Anda membeli kue 50 biji, lalu penjual secara tidak sadar memberikan 60.

Tanpa berpikir panjang, Anda langsung bersyukur, “Alhamdulillah, rezeki!”

Padahal, dalam fiqih muamalah, transaksi jual beli adalah akad yang mengikat dua pihak secara sah. Tambahan kuantitas itu bukan bagian dari kesepakatan awal. Jika penjual memberi lebih secara sadar, maka itu bisa disebut hibah atau sedekah. Tapi jika itu kesalahan hitung, maka belum tentu halal, apalagi berkah.

“Jika dua orang saling melakukan jual beli, maka masing-masing memiliki hak pilih (menyelesaikan atau membatalkan transaksi) selama mereka belum berpisah. Jika mereka jujur dan menjelaskan kondisi barang, maka akan diberkahi jual belinya. Jika menyembunyikan dan berdusta, maka akan dihapus berkah dari jual belinya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

📍 Intinya: berkah muncul dari kejujuran dan keterbukaan, bukan dari “kesempatan dalam kelengahan”.


📖 Konteks Syariah: Tabayyun, Bukan Tafsir Sendiri

Dalam Islam, kita diajarkan tabayyun (klarifikasi), bukan menganggap semua yang “untung” adalah halal. Maka, dalam kasus kue tadi, tindakan terbaik adalah:

  1. Kembali ke penjual

  2. Bertanya: “Tadi saya dihitungkan 50, tapi isinya 60. Apakah ini memang bonus, atau ada kekeliruan?”

  3. Jika penjual ridho dan menyatakan itu bonus, maka itu menjadi rezeki yang halal

  4. Jika tidak, kembalikan atau bayar selisihnya

Ini bukan berlebihan. Ini adab terhadap rezeki.


🤲 Rezeki Bukan Sekadar Diterima, Tapi Dipertanggungjawabkan

Kita sering mengira rezeki hanya tentang “banyak” dan “tiba-tiba”. Padahal, rezeki dalam Islam adalah:

“Segala sesuatu yang dimanfaatkan oleh manusia, baik berupa harta, ilmu, kesempatan, maupun waktu — yang datang dari Allah, melalui sebab yang halal.”

Jika datangnya dari cara yang tidak jelas, lalu kita tidak bersikap hati-hati, maka kita membuka pintu kepada sesuatu yang syubhat (meragukan), bahkan bisa jatuh pada yang haram.

“Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada perkara yang samar (syubhat)... Maka barang siapa menjauhi perkara syubhat, sungguh ia telah menjaga agama dan kehormatannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)


🧠 Masuk ke Dimensi Lebih Luas: Bisnis dan Investasi

Sekarang mari kita tarik ke konteks yang lebih besar: bagaimana rezeki bekerja dalam dunia bisnis dan investasi.

“Kalau dalam hal kue saja kita diminta tabayyun, bagaimana dengan bisnis bernilai jutaan bahkan miliaran?”

❌ Rezeki Tidak Berkah:

  • Keuntungan dari markup tidak wajar pada barang rusak

  • Komisi dari penjualan produk bohong

  • Cuan dari saham haram

  • Bonus dari kerja sama tanpa akad yang jelas

✅ Rezeki yang berkah:

  • Hasil dari transaksi yang dijelaskan di awal dan jujur

  • Laba dari produk atau jasa yang bermanfaat

  • Dividen dari perusahaan yang menjalankan bisnis halal dan jelas

  • Gaji dari kerja yang dilakukan dengan integritas dan transparansi


🏗️ Solusi Konkret: Membangun Rezeki Halal & Berkah dalam Bisnis

Berikut ini tips membangun rezeki halal dan berkah secara konkret:

1. 🔍 Pastikan Akad Jelas

Setiap bisnis, bahkan yang sederhana, wajib ada kejelasan: siapa menjual apa, kepada siapa, dengan harga berapa, dan kewajiban masing-masing.

2. 📜 Hindari Produk atau Skema Syubhat

Misalnya: bisnis yang memanipulasi reseller untuk beli stok tak laku, investasi tanpa underlying (aset dasar), atau trading yang bersifat spekulatif dan berjudi.

3. 🤝 Bangun Relasi Bisnis dengan Niat Menolong, Bukan Mengambil Untung Sepihak

Jika partner Anda atau klien Anda merasa tertipu, maka rezeki itu tidak akan berkah. Bisa jadi nominalnya besar, tapi hilang dalam bentuk kesehatan, keluarga, atau ketenangan.

4. 🧾 Catat, Evaluasi, dan Audit Rezeki

Setiap uang masuk, pastikan ada jejak dan dasar. Jangan sampai ada pemasukan yang "tidak jelas dari mana", tapi Anda syukuri sebagai “rezeki nomplok”.

5. 🤲 Sisihkan untuk Membersihkan

Sedekah dan zakat bukan hanya ibadah, tapi juga alat pembersih rezeki. Harta yang halal saja belum tentu berkah, tapi harta halal yang dibersihkan — insyaAllah penuh keberkahan.


📚 Studi Kasus Nyata: Rezeki dan Keberkahan

a. Seorang Penjual Jus Jalanan

Ia biasa memberi lebih pada pelanggan sebagai bonus. Suatu hari, seorang pembeli berkata: “Kok banyak ya, salah hitung?” Si penjual jawab, “Itu memang niat saya sebagai sedekah.”
Lalu, penjual itu mendapat pembeli tetap dari kantor di dekatnya yang memesan rutin untuk karyawan.
➡️ Bonus jujur menghasilkan keberkahan dan koneksi jangka panjang.

b. Investor yang Menjual Saham Riba

Ia dulu tergoda saham bank konvensional karena performanya bagus. Tapi setelah paham ilmunya, ia keluar dan memilih saham syariah meski cuannya kecil.
Ternyata, portofolio itu justru stabil di saat market jatuh.
➡️ Menghindari syubhat menyelamatkan aset jangka panjang.


🧭 Kesimpulan: Kenali Rezeki, Jaga Berkahnya

Prinsip

Penjelasan

Rezeki bisa jadi ujian

Jika tidak disikapi dengan amanah dan tabayyun

Rezeki bisa jadi berkah

Jika datang dari jalan yang halal dan jelas

Tidak semua kelebihan itu halal

Perlu klarifikasi dan kejujuran

Jangan menutup pintu keberkahan

Hanya karena merasa “semua orang juga begitu”


✍️ Penutup: Rezeki Itu Dekat, Kalau Kita Layak

Allah Maha Pemberi, tapi juga Maha Bijaksana.
Dia tidak akan memberikan rezeki melimpah, jika kita belum siap menjaga amanahnya.

Maka tugas kita bukan mengejar sebanyak-banyaknya, tapi memastikan bahwa yang sedikit pun cukup karena berkah.

“Boleh jadi kamu mengira itu rezeki, padahal itu istidraj (penundaan adzab).
Dan boleh jadi kamu mengira itu kesempitan, padahal itu pemurnian jiwa.”

Semoga Allah beri kita rezeki yang bukan hanya halal, tapi juga berkah, menenangkan, dan mendekatkan kita kepada-Nya. Aamiin.


📌 Ingin belajar membangun bisnis halal dan investasi syariah dari dasar?
Konsultasi dengan Tim Ulive, Ulive Academy siap mendampingi Anda menjemput rezeki yang halal, legal, aman, dan barokah — bukan hanya banyak, tapi juga penuh makna.