Ketika harga saham yang kita beli turun, naluri pertama biasanya panik dan ingin cut loss. Tapi ada strategi bernama average down—justru membeli lebih banyak saat harga turun untuk menurunkan rata-rata harga beli. Contoh sederhana: jika beli saham A Rp1.000/lembar (100 lembar), lalu harganya turun ke Rp800, membeli 100 lembar lagi akan membuat rata-rata beli menjadi Rp900/lembar. Dengan begitu, saat harga kembali ke Rp900, kita sudah impas, bukan harus menunggu Rp1.000 . Tapi hati-hati! Strategi ini hanya cocok untuk saham dengan fundamental kuat, bukan saham yang turun karena masalah serius seperti kebangkrutan atau skandal.
Apa yang Harus Diperhatikan Sebelum Average Down?
1. Fundamental Perusahaan: Pastikan laporan keuangan sehat (ROE >15%, utang rendah) dan prospek bisnis baik. Saham seperti UNVR atau BBCA yang turun karena faktor pasar (bukan fundamental) lebih aman untuk average down .
2. Batasan Kerugian: Tetapkan stop loss (misal: jika harga turun 20% dari rata-rata beli, hentikan strategi ini) .
3. Dana Cadangan: Sisihkan 20-30% modal khusus untuk average down, jangan gunakan semua dana sekaligus .
4. Tren Pasar: Hindari average down di pasar bearish panjang. Nabi Yusuf pun menimbun gandum saat harga turun, tapi hanya selama 7 tahun sebelum masa paceklik (QS Yusuf: 47) .
Logika Perhitungan Sederhana
Rumus:
(Total beli pertama + Total beli kedua) ÷ Total lembar saham
Contoh:
- Beli 100 lembar @Rp1.000 = Rp100.000
- Beli lagi 100 lembar @Rp800 = Rp80.000
- Rata-rata harga: (Rp100.000 + Rp80.000) ÷ 200 lembar = Rp900/lembar .
Pertanyaan Refleksi:
"Jika saham Anda turun 15%, apakah Anda sudah cek fundamentalnya sebelum memutuskan untuk average down?"
Catatan:
"Average down itu seperti memperbaiki pondasi rumah yang retak—bisa menguatkan jika bahannya bagus, tapi berbahaya jika strukturnya sudah keropos."
Pengen cuan secara mandiri? Admin Ulive siap membantu, klik di sini